Langkah besar tengah diambil oleh Yayasan Dar el-Iman bersama Yayasan Sosial, Dakwah dan Pendidikan Mentawai dalam upaya memperkuat dakwah di daerah minoritas muslim, tepatnya di Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai. Rencana pembangunan Rumah Tahfidz di Dusun Muara, Desa Muara Siberut, menjadi simbol kebangkitan dan penguatan akidah umat Islam di daerah yang dikenal sebagai "Bumi Sikerei".
Meski Islam telah lama hadir di Mentawai Sumatera Barat, namun pembangunan masyarakat lambat terjadi. Meski begitu, di Dusun Muara, komunitas muslim tumbuh dan menunjukkan semangat luar biasa dalam mempertahankan identitas keislaman mereka. Keberadaan pasar Muara sebagai pusat ekonomi menjadikan kawasan ini vital dan strategis untuk pengembangan pusat pembinaan keagamaan.
Perencanaan pembangunan Rumah Tahfidz ini didukung oleh tanah wakaf seluas 800 meter persegi dari masyarakat setempat. Rumah Tahfidz ini dirancang dua lantai, dengan lantai pertama berbahan beton dan lantai dua dari kayu. Diperuntukkan sebagai tempat tinggal santri, ruang belajar, serta fasilitas tamu, bangunan ini membutuhkan anggaran sebesar Rp1,4 miliar.
Jarak rumah tahfidz yang hanya sekitar 1,7 km dari Islamic Center Syaikh Sholeh Ar Rajihi di Meilepet menunjukkan potensi sinergi antar lembaga dakwah. Islamic Center yang telah membina anak-anak muallaf secara gratis dari tingkat SD hingga SLTA itu menjadi teladan keberhasilan pendidikan Islam di kawasan tersebut.
Buya Muhammad Elvi Syam, ketua kedua yayasan penggagas, menyampaikan bahwa pembangunan ini merupakan bagian dari misi besar mendirikan 1.000 masjid dan rumah tahfidz di seluruh nusantara, khususnya di wilayah pelosok dan pedalaman. Mentawai menjadi titik penting karena statusnya sebagai satu-satunya kabupaten mayoritas Kristen di Sumatera Barat.
Masyarakat muslim di Mentawai, khususnya di Siberut, menghadapi tantangan berat dalam mempertahankan akidah dan mendidik generasi muda. Minimnya lembaga pendidikan Islam menjadi alasan kuat dibalik urgensi pembangunan Rumah Tahfidz. Anak-anak muallaf yang tumbuh di lingkungan mayoritas non-muslim membutuhkan bimbingan intensif agar tetap teguh dalam keimanan.
Dengan dukungan berbagai pihak, mulai dari donatur nasional hingga masyarakat lokal, harapan besar ditanamkan pada proyek ini untuk mencetak hafiz-hafizah yang mampu menjadi penerang dakwah Islam di wilayah pesisir yang jauh dari pusat peradaban. Buya Elvi Syam juga mengajak seluruh kaum muslimin untuk turut ambil bagian, baik dengan doa maupun donasi, demi kelangsungan pembangunan.
Pendekatan yayasan tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga membangun ekosistem pendidikan Islami yang sehat dan berkelanjutan. Diharapkan rumah tahfidz ini kelak menjadi pusat kegiatan Islami dan pengkaderan dai yang siap berdakwah di kawasan Mentawai maupun luar daerah.
Pembangunan rumah tahfidz di Mentawai juga bisa menjadi inspirasi bagi komunitas muslim lainnya di wilayah minoritas, seperti di Kalimantan, Papua, atau kepulauan terpencil di Indonesia Timur. Keberhasilan proyek ini akan membuktikan bahwa keterbatasan geografis dan status minoritas bukanlah penghalang untuk menegakkan syiar Islam.
Gerakan dakwah melalui pendidikan seperti ini jauh lebih berdampak daripada pendekatan seremonial. Melalui pendidikan tahfiz, generasi muda dibina secara karakter, ilmu, dan keberanian menyampaikan kebenaran. Hal ini menjadi kebutuhan mutlak umat Islam yang hidup di tengah arus tantangan identitas.
Dalam konteks kebangsaan, pembangunan rumah tahfidz juga berkontribusi pada pemerataan akses pendidikan dan penguatan wawasan kebhinekaan. Rumah tahfidz bisa berfungsi sebagai jembatan harmoni antarumat di daerah dengan pluralitas tinggi, selama dijalankan dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Pemerintah daerah diharapkan mendukung inisiatif seperti ini, karena selain memperkaya peta pendidikan nonformal, kehadiran lembaga seperti rumah tahfidz juga menghidupkan aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat muslim lokal.
Sketsa pembangunan yang telah disusun menunjukkan keseriusan tim penggagas dalam merancang proyek ini secara profesional. Papan informasi dan master plan telah dipasang di lokasi, memberi sinyal bahwa ini bukan sekadar wacana, tetapi program nyata yang sudah mulai bergerak.
Dengan jaringan dan pengalaman panjang Yayasan Dar el-Iman dalam mengelola pesantren dan lembaga pendidikan lainnya, kehadiran rumah tahfidz di Siberut diharapkan menjadi titik balik kebangkitan dakwah Mentawai.
Semangat wakaf dan gotong royong masyarakat setempat pun menjadi modal utama dalam menyukseskan proyek ini. Ini menunjukkan bahwa kesadaran umat akan pentingnya lembaga keislaman di tengah tantangan zaman semakin menguat.
Dalam skema besar kebangkitan Islam Indonesia, daerah seperti Mentawai tidak boleh tertinggal. Pusat-pusat pendidikan Islam perlu hadir tidak hanya di kota besar, tetapi juga di pesisir, pegunungan, dan pedalaman, termasuk di tengah masyarakat minoritas.
Buya Elvi menegaskan, dakwah di Mentawai bukan hanya tugas lembaga, tapi tanggung jawab kolektif umat Islam di seluruh Indonesia. Karena itulah, rumah tahfidz di Siberut bukan sekadar bangunan, melainkan benteng peradaban Islam yang harus dirawat bersama.
Ketika rumah tahfidz ini berdiri kelak, akan lahir anak-anak penghafal Al-Qur’an yang bukan hanya fasih bacaannya, tapi juga menjadi cahaya hidayah bagi tanah Mentawai. Mereka akan menjadi dai-dai tangguh, penjaga akidah dan pembawa rahmat bagi sekitarnya.
Dengan demikian, proyek ini bukan semata tentang infrastruktur, melainkan tentang masa depan. Masa depan umat Islam minoritas, masa depan pendidikan Islam pedalaman, dan masa depan dakwah Islam yang tidak mengenal batas geografis. Rumah Tahfidz Siberut adalah bukti nyata bahwa dakwah bisa tumbuh di mana pun cahaya iman menyala.


Tidak ada komentar
Posting Komentar