Warisan Dua Ulama Meliala Zainuddin Malibari di Tanah Nusantara


Dua nama besar dari tanah Malabar, India Selatan, yaitu Syekh Zainudin ibn Ali al-Malibari dan Syekh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari, menjadi figur penting dalam sejarah intelektual Islam di Nusantara. Pengaruh mereka tidak hanya terasa di masanya, namun berlanjut hingga kini melalui karya-karya monumental yang dikaji di berbagai pesantren salaf di Indonesia. Kedalaman ilmu mereka, khususnya dalam bidang fikih dan tasawuf, telah melintasi zaman dan batas geografis.

Orang Malabar dari Kerala di nusantara khususnya Sumatera dikenal sebagai orang Malayali berpenutur Malayalam dan telah lama terintegrasi ke masyarakat Aceh dan Karo. Di tanah Karo orang Malayali dikenal sebagai Meliala atau Melala bagian dari Sembiring. Di tanah Gayo, marga Meliala termasuk salah satu bagian dari marga Batak 27. (lihat artikel sebelumnya soal ini, link di bawah. Sebagian info dari FB Ridwan Selian)

Syekh Zainudin ibn Ali al-Malibari, yang dikenal sebagai Zainudin Awwal, adalah ulama besar yang menulis kitab tasawuf berjudul Hidâyatul Adzkiyâ’ ilâ Tharîqati al-Auliyâ’. Kitab ini menjadi rujukan utama dalam pelajaran spiritual di pesantren-pesantren tradisional. Keistimewaannya terletak pada kesederhanaan bahasa namun mendalam dalam makna, sehingga memicu lahirnya berbagai syarah atau komentar dari ulama besar.

Beberapa tokoh ulama yang memberikan penafsiran terhadap karya Zainudin Awwal antara lain Syekh Nawawi al-Bantani dengan Salâlim al-Fudhalâ’, Kiai Sholeh Darat al-Samarani dengan Minhâju al-Athqiyâ’, dan Sayyid Abu Bakar Syatha dengan Kifâyatu al-Athqiyâ’ Waminhâju al-Ashfiya’. Ketiga tokoh ini memainkan peran penting dalam menerjemahkan dan memudahkan isi kitab agar dapat dikonsumsi oleh para santri Nusantara.

Zainudin Awwal juga dikenal melalui karya lainnya yaitu Mandzûmah Syu’bul Iman, sebuah nazam yang membahas cabang-cabang keimanan. Kitab ini pun tak luput dari perhatian Syekh Nawawi al-Bantani yang menulis syarahnya dengan judul Qamî’u al-Thugyân, memperkuat eksistensi karya Malibari dalam khazanah keilmuan pesantren.

Sementara itu, Syekh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari atau Zainudin Tsani menorehkan pengaruh besar lewat kitab Qurratu al-‘Aini dan Fath al-Mu’in. Kedua karya ini menjadi materi pokok di bidang fikih dan diajarkan di banyak madrasah serta pesantren di Indonesia, terutama dalam kurikulum fikih mazhab Syafi’i.

Menariknya, Zainudin Tsani menulis sendiri syarah atas karya utamanya, sehingga memudahkan para pelajar memahami isi kandungan kitab. Namun, peran ulama Haramain seperti Syekh Nawawi al-Bantani dan Sayyid Abu Bakar Syatha tetap signifikan, dengan masing-masing menulis komentar tambahan berjudul Nihâyatu al-Zain dan I’ânatu al-Thâlibîn.

Kedua komentar ini bahkan menjadi rujukan utama bagi pelajar fikih tingkat lanjut di pesantren-pesantren Jawa dan Sumatra. Hubungan erat antara dunia keilmuan di Haramain, Malabar, dan Nusantara tampak jelas dari rantai transmisi keilmuan ini.

Lalu mengapa karya-karya dua Zainudin dari Malabar ini begitu dirayakan di Nusantara? Menurut ulama kharismatik KH Maimoen Zubair, jawabannya terletak pada kedekatan budaya dan mazhab antara Malabar dan Indonesia, terutama dalam memadukan Islam dengan nilai lokal yang sudah ada sebelumnya.

Proses akulturasi Islam dengan budaya lokal di India Selatan ternyata memiliki pola serupa dengan yang terjadi di Indonesia. Islam datang dari Arab, kemudian melebur dengan adat setempat tanpa menghilangkan ruh ajaran Islam itu sendiri. Dari sinilah akar penerimaan masyarakat terhadap Islam menjadi kuat.

Dalam bidang arsitektur, misalnya, masjid-masjid di Malabar dan Indonesia awal menunjukkan pengaruh Hindu-Budha, seperti terlihat pada menara Masjid Kudus yang menyerupai pura. Fenomena ini menunjukkan bahwa Islam tidak datang untuk menghapus, melainkan membingkai budaya lokal dengan nilai-nilai tauhid.

Kondisi geografis dan kemaritiman Malabar yang terbuka terhadap pelayaran internasional juga mirip dengan Nusantara. Hal ini memungkinkan pertukaran budaya dan keilmuan berjalan lebih intens, termasuk lewat jalur para pedagang dan ulama yang berlayar ke Makkah dan Madinah.

Banyak ulama dari Nusantara belajar di Haramain dan membawa pulang kitab-kitab karangan dua Zainudin Malibari. Tak heran jika dalam kurikulum pesantren klasik di Jawa dan Aceh, nama kedua ulama ini menjadi nama besar yang melekat dalam pelajaran fikih dan tasawuf.

Warisan intelektual yang mereka tinggalkan seakan tak lekang oleh waktu. Kitab-kitab mereka terus dicetak, dikaji, dan diajarkan ulang di berbagai jenjang keilmuan, dari tingkat dasar hingga majelis-majelis taklim kalangan ulama senior.

Peran para komentator Nusantara juga memperkuat akar kitab-kitab Malibari dalam dunia pendidikan Islam lokal. Mereka bukan hanya penerus, tapi juga penafsir kontekstual yang membuat karya klasik tetap relevan dalam menjawab persoalan zaman.

Kisah dua Zainudin Malibari membuktikan bahwa hubungan keilmuan antarwilayah Islam tidak mengenal batas negara. Dari pantai Malabar hingga pesantren kecil di pelosok Jawa, ilmu yang mereka tulis tetap hidup dan memberi arah bagi perjalanan spiritual generasi Muslim.

Dengan demikian, pengaruh Syekh Zainudin Awwal dan Tsani tidak hanya karena kealimannya, tetapi juga karena kemampuannya menjawab kebutuhan keilmuan yang dekat dengan konteks sosial budaya masyarakat Muslim Nusantara. Keilmuan mereka menjadi jembatan antara tradisi Arab, India Selatan, dan keislaman khas Indonesia.

Warisan ini mengajarkan kita bahwa ilmu yang baik adalah ilmu yang tidak hanya benar, tapi juga membumi. Dan dalam kisah dua Zainudin Malibari, kita menemukan bahwa perpaduan antara kedalaman ilmu dan kearifan budaya mampu menumbuhkan peradaban yang agung di Nusantara.


Sumber:

1. https://www.nurulanwarbookstore.com/blogs/news/the-malibari-network-in-nusantara

2. https://www.alfattah.or.id/biografi-syaikh-zainuddin-al-malibari/

3. https://nu.or.id/tokoh/mengenal-syekh-zainuddin-al-malibari-penulis-kitab-fathul-mu-in-uUqq5

4. Gelar Makhdum

https://e-malabari.my/dir/history/375-2/the-zainuddin-makhdums-of-malabar/

5. Hubungan orang Malabar (Malayali) dengan Aceh

6. https://www.facebook.com/share/p/15EYDknBnW/

7. Tentang marga-marga Batak 27 

http://jbmi-online.blogspot.com/2025/03/jejak-batak-dan-mandailing-di-singapura.html

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beranda