Rusia Bangkit Lewat Industri Mesin di Tengah Embargo


Pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin di Samara pada 5 September 2025 kembali menegaskan ambisi Moskow untuk menempatkan diri sebagai salah satu pemimpin dunia dalam teknologi mesin. Putin menegaskan bahwa negaranya kini termasuk lima besar global dalam produksi dan pengembangan mesin roket dan pesawat. Pernyataan ini tidak datang tiba-tiba, melainkan lahir dari dinamika panjang industri Rusia yang terpaksa bangkit kembali setelah sanksi Barat menghantam negeri itu sejak 2021.

Rusia sesungguhnya bukan pemain baru dalam pengembangan mesin, baik untuk penerbangan maupun keperluan sipil dan militer. Sejak era Uni Soviet, industri mesin sudah menjadi salah satu kebanggaan nasional. Namun, runtuhnya Uni Soviet dan masuknya produk asing ke pasar Rusia membuat banyak sektor bergantung pada impor, termasuk komponen vital. Embargo dan sanksi yang dijatuhkan setelah konflik Ukraina justru menjadi pemicu kebangkitan kembali kemandirian industri dalam negeri.

Sejak 2021, United Engine Corporation (UEC) digerakkan untuk mempercepat substitusi impor. Salah satu capaian terbesarnya adalah keberhasilan menyelesaikan produksi mesin VK-650V untuk helikopter Onsat serta mesin PD-8 untuk Sukhoi Superjet. Keduanya sebelumnya sangat bergantung pada komponen luar negeri, namun kini Rusia sudah mampu memproduksi secara mandiri.

Jumlah mesin pesawat yang dikirim dalam empat tahun terakhir juga dilaporkan meningkat dua kali lipat. Pertumbuhan ini mencerminkan keberhasilan program substitusi impor dan peningkatan kapasitas produksi pabrikan Rusia. Meski sempat dipandang skeptis, kini Moskow menunjukkan bahwa mereka bisa memenuhi kebutuhan domestik sekaligus mengincar pasar ekspor.

Di sektor mesin roket, Rusia tetap mempertahankan posisinya sebagai raksasa dunia. Produksi mesin RD-107, RD-108, dan RD-191 terus berjalan, meskipun ekspor ke negara-negara Barat berkurang drastis. Mesin-mesin ini tetap menjadi tulang punggung peluncuran roket Rusia, sekaligus dipasarkan ke sejumlah negara mitra. Dengan pengalaman panjang sejak era Korolev, Rusia tetap memiliki modal besar dalam propulsi luar angkasa.

Embargo juga mendorong Moskow untuk beralih dari ketergantungan pada Siemens dan General Electric di sektor turbin gas industri. Sejak 2022, Rostec dan Power Machines berhasil menuntaskan GTD-110M, turbin gas berat pertama buatan Rusia yang sepenuhnya menggantikan impor. Produk ini menjadi bukti nyata bahwa tekanan luar negeri bisa menjadi katalis inovasi.

Tak hanya untuk kebutuhan domestik, mesin dan turbin buatan Rusia kini digunakan dalam proyek strategis. Salah satunya adalah pengiriman unit turbin untuk stasiun kompresor pada jalur pipa Power of Siberia 2, yang berfungsi mengalirkan gas alam ke Tiongkok. Proyek ini bukan sekadar soal energi, tetapi juga geopolitik, karena memperkuat posisi Rusia dalam pasar energi Asia.

Proyek ambisius lain adalah pengembangan mesin PD-26, turunan dari keluarga PD yang dapat digunakan ganda, baik sebagai mesin penerbangan maupun sebagai generator gas untuk industri energi. Jika berhasil, proyek ini akan memperkokoh fondasi Rusia dalam diversifikasi penggunaan teknologi mesin.

Meski begitu, jalan Rusia tidak sepenuhnya mulus. Tantangan masih besar, terutama dalam meningkatkan volume produksi untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan pasar ekspor. Kontrol kualitas juga menjadi sorotan, karena produk harus mampu bersaing dengan standar internasional agar benar-benar diterima secara global.

Ujian utama akan datang dari proyek-proyek andalan seperti PD-26 dan PD-35. Jika keduanya mampu diproduksi secara serial dengan kualitas setara atau lebih baik dari pesaing Barat, maka Rusia bisa benar-benar meneguhkan klaim Putin sebagai pemimpin dunia dalam teknologi mesin.

Fenomena ini sebenarnya bukan unik di Rusia. Korea Utara dan Iran sudah sejak lama hidup dalam tekanan sanksi, namun berhasil membangun industri strategis mereka sendiri, mulai dari mesin rudal hingga turbin energi. Kedua negara itu membuktikan bahwa keterisolasian bisa diubah menjadi peluang untuk mandiri.

Seharusnya, pengalaman ini bisa menjadi inspirasi bagi negara-negara lain yang memiliki sejarah industrialisasi, seperti Suriah, Somalia, Libya, dan Sudan. Di masa lalu, mereka memiliki basis industri yang cukup menjanjikan, namun konflik berkepanjangan menghancurkan fondasi tersebut. Jika Rusia bisa bangkit dari embargo, negara-negara itu pun berpotensi melakukan hal yang sama.

Suriah misalnya, pernah memiliki industri tekstil, farmasi, hingga produksi komponen militer. Libya di era Gaddafi memiliki kilang minyak modern, sementara Sudan pernah mengembangkan pabrik senjata lokal. Semua potensi itu bisa dibangkitkan kembali jika ada kemauan politik, strategi jangka panjang, dan keberanian untuk menghadapi tekanan eksternal.

Bagi Rusia, pelajaran berharga dari embargo adalah pentingnya kemandirian. Ketika pasokan luar negeri terputus, satu-satunya jalan adalah membangun kembali industri dalam negeri. Di sinilah kebijakan pemerintah memainkan peran sentral, dengan memobilisasi sumber daya negara untuk kepentingan strategis jangka panjang.

Apa yang terlihat hari ini di Samara hanyalah puncak dari kerja keras selama beberapa tahun terakhir. Pabrik-pabrik mesin di seluruh Rusia bekerja siang malam, bukan hanya demi memenuhi kebutuhan pasar, tetapi juga untuk membuktikan kepada dunia bahwa mereka tidak bisa ditundukkan sanksi.

Dari sisi geopolitik, capaian ini memperkuat posisi Rusia di hadapan sekutu dan lawan. Negara-negara yang selama ini ragu bekerja sama dengan Moskow kini mulai melihat bahwa Rusia tetap memiliki kemampuan teknis yang tangguh. Hal ini membuka peluang kerja sama baru di bidang teknologi tinggi dengan mitra non-Barat.

Ke depan, keberhasilan industri mesin Rusia akan sangat menentukan arah perekonomian nasional. Jika substitusi impor berlanjut dan produk-produk unggulan mampu bersaing di pasar global, Rusia bisa memperoleh pendapatan besar dari ekspor sekaligus memperkuat otonomi teknologinya.

Pernyataan Putin bahwa Rusia kini termasuk lima pemimpin dunia di bidang mesin pesawat dan roket bisa dianggap berlebihan oleh sebagian pihak. Namun, data produksi, proyek-proyek strategis, dan percepatan substitusi impor menunjukkan bahwa klaim itu tidak sepenuhnya tanpa dasar.

Kebangkitan industri mesin Rusia menjadi bukti bahwa tekanan eksternal justru bisa melahirkan inovasi. Dari embargo yang semula dimaksudkan untuk melemahkan, Rusia justru menemukan alasan untuk kembali membangun kekuatan industrinya. Bagi negara-negara lain, terutama yang tengah terjebak konflik, ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kemandirian.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beranda