Jejak Marikan dan Jaringan Dagang Pantai Barat Sumatera


Gelombang kedatangan pedagang Muslim India Selatan sejak berabad-abad lalu hingga awal abad ke-20 menorehkan bab penting dalam sejarah pesisir barat Sumatera. Di antara mereka, kelompok Tambo, Mona, dan Marikan menjadi komunitas paling menonjol yang membentuk jaringan ekonomi dan sosial lintas Barus, Meulaboh, hingga sejumlah pelabuhan kecil di pantai barat. Persebaran mereka tidak hanya mengubah dinamika perdagangan, tetapi juga membentuk fondasi masyarakat urban di kawasan tersebut.

Barus menjadi titik awal perjalanan kelompok ini. Sejak abad-abad sebelumnya, Barus telah menjadi pusat permukiman pedagang India, terutama komunitas Marakkar dari tradisi pelaut Tamil–Malabar. Marga Marikan, yang berasal dari corak maritim tersebut, membawa tradisi berdagang dan kemampuan menjalin jaringan antar-pelabuhan, membuat kedatangan mereka seolah menyambung mata rantai sejarah panjang hubungan India Selatan dengan pesisir Sumatera. Di Barus, mereka membangun keluarga, mengelola pertukaran barang, dan menyatu dalam struktur masyarakat lokal.

Pada kurun 1918–1922, sebagian dari komunitas itu bergerak ke Meulaboh, salah satu pelabuhan penting Aceh Barat. Migrasi tersebut bukan sekadar perpindahan populasi, melainkan ekspansi jaringan dagang yang telah mereka kuasai sejak di Barus. Kedatangan mereka di Meulaboh diterima dengan tangan terbuka oleh otoritas lokal, terutama oleh Ulee Balang Teuku Tjik Ali Akbar yang pada masa itu tengah mengembangkan sektor ekonomi di wilayahnya.

Penting dicatat bahwa posisi Ulee Balang pertama Meulaboh sendiri memiliki kaitan historis dengan migran India. Po Abdurahman—tokoh yang diyakini berasal dari komunitas Chulia India—mewariskan jabatan itu kepada keturunannya, sehingga hubungan Meulaboh dengan diaspora India telah terbangun bahkan sebelum kehadiran kelompok TMM. Hal ini memperkuat integrasi sosial ketika rombongan baru akhirnya tiba pada dekade 1920-an.

Melalui konsesi yang diberikan Teuku Tjik Ali Akbar, keluarga Tambo, Mona, dan Marikan membuka areal perkebunan baru di Leuhan Putroe Ijoe dan Lapang. Perkebunan karet tersebut dikelola dalam bentuk perserikatan yang dikenal sebagai “Serikat Seratus”, karena melibatkan sekitar seratus orang anggota yang bekerja dan berinvestasi bersama. Inilah titik krusial yang memperluas pengaruh ekonomi mereka di Meulaboh, sekaligus memperkuat jaringan dagang yang terhubung ke Barus dan wilayah pesisir lainnya.

Di antara dokumen penting yang menggambarkan dinamika awal pembukaan kebun Lapang adalah foto berjudul “Para Pioner Perkebunan Karet Lapang” yang dicatat dalam buku karya Alfian. Foto tersebut dilengkapi angka penanda yang merujuk pada kode silsilah keluarga TMM, disusun oleh A.D. Pirus untuk memastikan hubungan genealogis antara leluhur di India Selatan, diaspora di Barus, dan keturunan mereka yang berkembang pesat di Meulaboh. Sistem pencatatan ini memperlihatkan kesadaran kuat akan pentingnya kesinambungan identitas keluarga.

Toke Pirus menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di antara generasi pertama TMM di Meulaboh. Ia bukan hanya pengelola kebun, tetapi juga seorang pedagang besar yang membuka toko modern di kawasan Pasar Baru. Usahanya yang beragam menunjukkan betapa kuat kemampuan adaptasi ekonomi komunitas ini, yang memadukan pengalaman di pelabuhan India Selatan dan Barus dengan peluang baru di Aceh Barat. Dari keluarganya pula lahir tokoh seni rupa nasional, Prof. Abdul Djalil Pirus, menandai kontribusi komunitas ini tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga dalam dunia seni.

Jejak keluarga TMM terhubung erat dengan sejumlah keluarga lokal melalui pernikahan, termasuk dengan keluarga Lubis dari Barus dan keluarga Rantau Panjang yang kemudian melahirkan generasi baru pedagang dan tokoh masyarakat. Integrasi ini memperkuat jaringan sosial mereka di Meulaboh, sekaligus memastikan keberlanjutan jaringan dagang yang telah mereka bangun antarwilayah.

Di luar Serikat Seratus, Meulaboh juga memiliki perkebunan besar lainnya yang menjadi bagian lanskap ekonomi pra-kemerdekaan. Perkebunan SEDAP adalah salah satunya, yang memiliki peran signifikan dalam produksi karet daerah. Pada 1970-an, sebagian tanah perkebunan SEDAP diserahkan oleh Ogek Idrus untuk pembangunan Gelanggang Ilmu Pengetahuan (GIB) Lapang, menandai transformasi kawasan kebun menjadi pusat pendidikan. Ini menunjukkan bagaimana kegiatan ekonomi awal kemudian beralih menjadi investasi sosial bagi masyarakat.

Kawasan Gampa juga mencatat sejarah penting melalui kehadiran perkebunan milik Tuan Chong A Fie, tokoh legendaris dari Medan. Setelah masa kolonial berakhir, lahan-lahan kebunnya dibagikan kepada pegawai negeri dan masyarakat, menjadikan Gampa salah satu wilayah pemukiman yang tumbuh pesat. Persentuhan antara jaringan dagang India Selatan, pedagang Tionghoa, dan masyarakat Aceh menjadikan Meulaboh sebagai kawasan multikultural dengan dinamika ekonomi yang kompleks.

Sektor perdagangan di Pasar Baru pun berkembang pesat berkat keterlibatan komunitas TMM. Mereka mendirikan toko-toko, membuka jalur pasokan barang dari luar daerah, serta memperkokoh perputaran komoditas lewat laut. Aktivitas keagamaan mereka turut mempererat hubungan sosial dengan masyarakat Aceh, termasuk kontribusi nyata dalam pembangunan Masjid Pasar Baru yang menjadi pusat interaksi komunitas.

Keberadaan TMM di Meulaboh sejak awal menunjukkan kemampuan mereka menghubungkan beberapa simpul perdagangan utama: Barus sebagai pintu masuk awal pedagang India, Meulaboh sebagai pangkalan perkebunan dan distribusi barang, serta jalur pesisir yang menghubungkan pantai barat Sumatera dengan Penang, Malaka, dan Sri Lanka. Jaringan dagang ini menjelaskan mengapa marga Marikan dan kelompok TMM lebih luas mudah dikenali di berbagai titik pelabuhan.

Pada dekade-dekade berikutnya, keluarga TMM menyebar ke Leuhan, Lapang, Gampa, Rundeng, Pasar Baru, hingga ke Pidie dan Medan. Migrasi sebagian keturunan ke Jawa memperluas lagi jejaring sosial dan ekonomi mereka. Namun Meulaboh tetap menjadi pusat historis yang menampung narasi awal kedatangan mereka dari India dan pembentukan komunitas yang solid.

Hubungan genealogis mereka dengan jaringan dagang Marakkar memberikan keunggulan tersendiri dalam memahami lanskap pesisir Sumatera. Tradisi maritim yang kuat memungkinkan mereka beradaptasi cepat, sementara kemampuan bernegosiasi dengan penguasa lokal memperkecil potensi konflik dalam proses pembukaan lahan dan ekspansi dagang. Perpaduan faktor ini menjadikan persebaran mereka relatif mulus dibandingkan kelompok migran lainnya.

Kisah mereka juga memperlihatkan relasi yang berlapis antara migrasi, perdagangan, dan pembentukan elit baru. Lewat keterlibatan dalam perkebunan karet, pembukaan pasar modern, dan kontribusi sosial-keagamaan, keluarga TMM menempati posisi penting dalam pembangunan identitas kota Meulaboh pada awal abad ke-20. Jaringan mereka menunjukkan bagaimana komunitas migran dapat menjadi tulang punggung ekonomi setempat ketika diberi ruang berintegrasi.

Pada saat yang sama, hubungan mereka dengan Barus tidak pernah benar-benar terputus. Arus kunjungan keluarga, pertukaran barang, hingga pernikahan antarwilayah memperpanjang garis koneksi antara dua pusat komunitas mereka. Ini memperlihatkan model jaringan dagang fleksibel yang mengandalkan hubungan kekerabatan sebagai mekanisme stabilisasi.

Seiring waktu, jejak perjalanan mereka masih terlihat dalam lingkup sosial Meulaboh hari ini. Banyak keturunan TMM menjadi pedagang, pejabat publik, pengusaha, dan tokoh budaya. Keterlibatan mereka dalam berbagai sektor menggarisbawahi bagaimana jaringan Marikan dan dua rumpun lainnya telah tertanam dalam struktur masyarakat Aceh Barat.

Narasi panjang migrasi dari Tamil–Malabar menuju Barus dan kemudian Meulaboh menjadi gambaran nyata tentang kemampuan diaspora membangun pusat-pusat ekonomi dan budaya baru. Dengan menggabungkan warisan perdagangan samudra dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan lokal, komunitas TMM telah menorehkan salah satu cerita migrasi paling berpengaruh di pesisir barat Sumatera.

Hari ini, kisah tersebut bukan sekadar cerita asal-usul, melainkan fondasi historis yang membantu memahami terbentuknya struktur masyarakat Meulaboh. Persebaran jaringan dagang Marikan dan keluarganya di Barus dan pantai barat Sumatera merupakan bagian integral dari pembentukan identitas kawasan, yang warisannya masih terasa hingga generasi masa kini.

Dibuat oleh AI, baca sumber


Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beranda